Rabu, 09 Maret 2016
MAKALAH SEJARAH BAHASA INDONESIA: Sejarah Asaal Mula Bahasa Indonesia
MAKALAH SEJARAH BAHASA INDONESIA: Sejarah Asaal Mula Bahasa Indonesia: MAKALAH BAHASA INDONESIA (PDU 0113) SEJARAH BAHASA INDONESIA ...
Sejarah Asaal Mula Bahasa Indonesia
MAKALAH
BAHASA INDONESIA
(PDU 0113)
SEJARAH BAHASA INDONESIA
NAMA : NUR FADILAH
NPM : 15721063
KELAS : D3 Kebun B
DOSEN PENGAMPU
: ARYA DWI PUTRI
SEJARAH
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
JURUSAN
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK
NEGERI LAMPUNG
(2015)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya berhasil
menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “SEJARAH BAHASA
INDONESIA”, Makalah ini dibuat untuk
melengkapi tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia. Semoga atas tersusunnya
makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru tentang asal usul bahasa indonesia.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih
kepada bapak/ibu, pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini
dari awal hingga akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan
kelancaran segala usaha kita.
Penulis.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang.................................................................................................... 2
1.2 Rumusan masalah............................................................................................... 2
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Indonesia............................. 3
2.2 Peristiwa-peristiwa dalam perkembangan bahasa
Indonesia.................................. 6
BAB III PERKEMBANGAN EJAAN DALAM
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
3.1
Ejaan-ejaan bahasa Melayu/Indonesia.................................................................. 9
3.2 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia........................................................... 11
BAB
IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................... 12
4.2 Saran.................................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu alat
komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui
apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa sebagai identitas manusia,
tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa
dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Untuk menjalankan tugas kemanusiaan,
manusia hanya punya satu alat, yakni bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat
mengungkapkan apa yang ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama
dan serupa dengannya, belum tentu terasa serupa, karena belum terungkap dan
diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat membuat sesuatu terasa nyata
dan terungkap. Era globalisasi dewasa ini mendorong perkembangan bahasa secara pesat,
terutama bahasa yang datang dari luar atau bahasa Inggris. Bahasa Inggris
merupakan bahasa internasional yang digunakan sebagai pengantar dalam
berkomunikasi antar bangsa. Dengan ditetapkannya Bahasa Inggris sebagai bahasa
internasional (Lingua Franca),. Tak bisa dipungkiri memang pentingnya
mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap
menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia.bahasa merupakan
idenditas suatu bangsa. Kita juga perlu mengetahui perkembangan bahasa kita
sampai saat ini kita harus tahu mengenai
bahasa pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang
ada di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
- Apa saja peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia?
- Bagaimana sejarah ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)?
- Bagaimana kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi
perkermbangan bahasa Indonesia
- Untuk mengetahui sejarah ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)
- Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah yang Mempengaruhi Perkembangan
Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai
bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Sebagian
besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di
Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan
versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu
lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan
sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak,
surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapat
dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia. Fonologi
dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.
Bahasa
Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang
bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara
kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern. Kerajaan Sriwijaya dari
abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna)
sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian
selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan
kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang
Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena
ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau
Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca
masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang
bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau
medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang
perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya
terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan
Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan
adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa.
Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di
wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya
kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari
penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab
seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi
seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada
periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga
sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis,
diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah
kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya
kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja,
sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak
memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara
dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti
asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang
dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di
antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat
diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan
keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan
cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di “dunia timur”. Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di “dunia timur”. Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika
pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan
Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu
dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi
dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi
kata yang terdefinisi dengan jelas. Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan
terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat
Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu
Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat
dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa
kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
Pemerintah kolonial
Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu
administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda
para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu
Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda
mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan
di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa
Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah “embrio” bahasa Indonesia yang secara
perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan
dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901,
Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada
tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di
bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari
penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh
Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin
kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur (“Komisi Bacaan Rakyat”
– KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun
1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka
dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa
instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua
tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi
diakui sebagai “bahasa persatuan bangsa” pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan
Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya
pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan, “Jika mengacu pada
masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada
dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan
Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan
menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.” Selanjutnya perkembangan
bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan
Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir
Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan
tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun
morfologi bahasa Indonesia.
2.2 Peristiwa-peristiwa dalam
perkembangan bahasa Indonesia
• Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah
badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur
(Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai
Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan
Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan,
yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat
luas.
• Tanggal 16 Juni 1927 Jahja
Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertama
kalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa
Indonesia.
• Tanggal 28 Oktober 1928 secara
resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan
Indonesia.
• Tahun 1933 berdiri sebuah
angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
• Tahun 1936 Sutan Takdir
Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
• Tanggal 25-28 Juni 1938
dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres
itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
• Tanggal 18 Agustus 1945
ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36)
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
• Tanggal 19 Maret 1947
diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang
berlaku sebelumnya.
• Tanggal 28 Oktober s.d 2
November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini
merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.
• Tanggal 16 Agustus 1972 H. M.
Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
• Tanggal 31 Agustus 1972
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku
di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
• Tanggal 28 Oktober s.d 2
November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres
yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
• Tanggal 21-26 November 1983
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini
diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam
putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal
mungkin.
• Tanggal 28 Oktober s.d 3
November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres
ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam,
Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani
dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
• Tanggal 28 Oktober s.d 2
November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta.
Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India,
Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres
mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang
Bahasa Indonesia.
• Tanggal 26-30 Oktober 1998
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta.
Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
BAB III
PERKEMBANGAN
EJAAN DALAM PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
3.1 Ejaan-ejaan bahasa
Melayu/Indonesia
Ejaan van Ophuijsen Ejaan ini
merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun
ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun
1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1. Huruf ï untuk membedakan
antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan
diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti
dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang,
pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe,
itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda
trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik Ejaan ini
diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947
menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan
Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru,
itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k
pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di-
dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD) Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh
Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,
Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan
Bahasa Malaysia semakin dibakukan. Perubahan yang terjadi ({Bahasa Indonesia
pra 1972/ Malaysia pra 1972/ sejak 1972}) yaitu {tj/ch/c}, {dj/j/j}, {ch/kh/kh},
{nj/ny/ny}, {sj/sh/sy}, {j/y/y}, {oe*/u/u}. Catatan: Tahun 1947 “oe” sudah
digantikan dengan “u”.
Kata serapan dalam bahasa
Indonesia Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa
bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain. Adapun beberapa bahasa
yang banyak diserap menjadi bahasa antara lain : Belanda = 3.280 kata, Inggris
= 1610 kata, Arab = 1495 kata, Sansekerta-Jawa kuna = 677 kata, Tionghoa = 290
kata, Portugis = 131 kata, Tamil = 83 kata, Parsi 63 kata, Hindi = 7 kata, dan
lain-lain. Penyerapan juga dilakukan terhadap bahasa-bahasa daerah seperti
jawa, sunda, dll. Angka tersebut di atas dalam perkembanganya akan selalu
mengalami perubahan karena kebutuhan akan bahasa. Seringkali terjadi penambahan
kosa kata yang diambil dari bahasa lain karena pertukaran budaya bangsa. Sumber:
Buku berjudul “Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia” (1996) yang disusun
oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Penggolongan Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat
subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang
dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan
pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra
Distribusi geografis Bahasa
Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di
area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat Betawi). Penggunaan
bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat
di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama
orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk
bahasa Indonesia.
3.2 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kedudukan resmi Bahasa Indonesia memiliki
kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi,
”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945
Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
Ø Bahasa
kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Ø Bahasa
negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Ø Sebagai
bahasa persatuan (alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya
Ø Bahasa
nasional;
Ø Bahasa resmi
Ø Bahasa
budaya dan Bahasa ilmu
Ø Sebagai
bahasa pengantar di lembaga-lembaga
Ø Pendidikan
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan,
bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu dipilih
sebagai bahasa pemersatu (bahasa Indonesia) karena :
- Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
- Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
- Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
- Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
4.2 Saran
Bahasa indonesia adalah bahasa
pemersatu bangsa indonesia, sebagai bangsa yang mempunyai sifat patriotisme
terhadap bangsa dan negara haruslah kita sebagai generasi muda penerus bangsa
senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi apa yang kita miliki agar bahasa
indonesia selalu berkembang lebih baik tanpa harus terkontaminasi oleh pihak
luar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.
2013. Makalah Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, http://selidik86.blogspot.com/2013/03/makalah-sejarah-perkembangan-bahasa_9.htmlV
Anak
Pesisir. 2012. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia http://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html
Kartika
Nur Ramadha. 2009. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. http://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html
Langganan:
Postingan (Atom)